Perasaanku kali ini sungguh sangat berbeda
dengan perasaan saat akan pergi liburan. Rasanya ada sesuatu di dalam hati yang
susah diungkapkan. Nervous tapi excited. Gugup dan kurang pede, seperti ada
perasaan kurang pantas untuk menjadi tamu Allah. Tapi dalam waktu yang sama,
aku juga luar biasa senang dan bersyukur. Senang karena sebentar lagi akan
melihat Ka’bah langsung dengan mata kepala sendiri. Bersyukur karena diberi
kesempatan oleh Allah dengan cara2 yang tak terduga.
Setelah
taksi datang, tibalah waktunya kami untuk berangkat. Setelah melaksanakan
sholat sunnah sebelum bepergian, aku lalu memeluk dan menciumi ketiga buah
hatiku berulang2 sambil tak henti memberikan nasehat2 kepada ketiganya untuk
selalu menjadi anak baik, menjaga adik, berbagi mainan, makan yang banyak, dll.
Alhamdulillah saat berangkat, anak2 nggak ada yang nangis. Mereka melepas
keberangkatan kami dengan ceria. “Dadah mamaaa…dadah papaa..hati hati yaa…
jangan lupa oleh oleh air zamzam yaaa…”. Kami berdua pun berangkat dengan hati yang
tenang…
Kami naik Garuda yang akan langsung terbang ke Jeddah tanpa transit. Akhirnya
kami boarding sehabis maghrib setelah delay sekitar 2 jam. Tipe pesawat yang membawa kami saat
itu adalah si bongsor Boeing 747-400. Pesawat paling besar yang dimiliki Garuda,
memiliki upper deck dan usianya sudah cukup tua.
Selama penerbangan hampir 9
jam itu, suamiku terlihat beberapa kali tertidur lelap. Sementara aku sama
sekali tidak bisa tidur senyenyak itu padahal belum tidur seharian. Suasana
kabin yang remang2 itu juga tak membuat aku bisa tertidur, padahal sebenarnya
mengantuk. Baru mau jatuh tertidur, eeh terbangun lagi. Begitu terus beberapa
kali.
Seperti ada sesuatu yang menahanku untuk tidur dan sepertinya itu adalah
perasaan excited yang berlebihan. Super excited sampai susah tidur. Hehehe.. untungnya tiap beberapa
jam sekali, pramugari datang mendorong trolley dan menawarkan makanan.. jadi gak terlalu bosen karena ada yang bisa dikunyah… dan syukurlah penerbangan
itu lancar hingga mendarat dengan smooth di Bandara King Abdul Aziz,
Jeddah. Alhamdulillahirabbil’alamiin..
Tiba di Jeddah
Pintu pesawat pun dibuka dan
penumpang satu persatu keluar dari pesawat. Hawa panas langsung menyergap
padahal saat itu jam 12 tengah malam yang seharusnya dingin kalau di
Indonesia. Aku mendaratkan kakiku di
lantai terminal haji King Abdul Aziz Airport dengan perasaan haru. Tak percaya
aku bisa berada disini. Mataku berkaca2 sambil mulutku komat kamit mengucap
syukur. Langkahku cepat dan bersemangat walaupun kurang tidur selama di
pesawat.
Setelah melalui pemeriksaan
dokumen di Imigrasi, kami lalu mengambil bagasi dan bergegas keluar terminal.
Alhamdulillah setelah keluar, bagasi langsung diurus oleh pihak
travel sehingga kita tak usah repot2 membawa koper2 besar itu. Kami hanya
membawa koper kabin yang berisi perlengkapan ihram. Lalu segera bergegas ke
rest room untuk mengganti baju karena mengambil miqot dan niat umrah akan
dilaksanakan di airport saat itu juga.
Setelah memakai pakaian ihram,
kami lalu sholat sunnah Ihram 2 rakaat, lalu berkumpul untuk bersama2
melafazkan niat umroh. Sebelum berniat, ustadz kami kembali mengingatkan
tentang hal2 yang penting diperhatikan selama berihram. Setelah semua mantap,
barulah kami bersama2 melafazkan niat umroh “Nawaitul’umrata wa ahramtu bihaa
lillahi ta’ala”.
King Abdul Aziz Airport, saat akan melafazkan niat umroh |
sesaat sebelum mengambil miqot, berfoto dulu dengan pak Ary Ginanjar |
Setelah itu, kami lalu masuk
ke bis besar yang akan membawa kami langsung ke Mekkah. Saat itu waktu
menunjukkan pukul 2.15 pagi. Perjalanan Jeddah-Mekkah memakan waktu sekitar 2
jam. Jadi diperkirakan kami akan tiba di Mekkah sekitar pukul 4.15 pagi.
Selama berada di dalam bis, lagi2
aku belum bisa tidur. Aku sibuk melihat2 pemandangan di luar. Rugi sekali
rasanya kalau tidur, mengingat ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di
tanah Arab Saudi. Pemandangan di luar, walaupun gelap tapi tetap membuatku
penasaran. Kesan pertama yang terlihat adalah :Gersang. Hampir tak ada
hijau2an. Terlihat rumah2 penduduk diatas hamparan pasir dan bebatuan. Rumah2
itu berwarna hampir sama, coklat muda, krem dan warna2 terakota.
Lampu2 kuning
keemasan menghadirkan cahaya di sepanjang jalan. Sesekali tampak restoran dan
toko2. Juga mesjid2 megah berwarna putih yang terlihat cantik sekali dari
kejauhan. Aku mengamati semuanya, bahkan sampai plang2 bertuliskan huruf arab
yang tak kumengertipun kulihat dengan seksama. Salah satu yang membuatku kagum
adalah adanya plang2 dipinggir jalan seperti rambu2, tapi ternyata bukan rambu
melainkan kalimat2 zikir mengingat Allah. Sesaat aku melihat plang bertuliskan
“Subhanallah”, beberapa kilometer kemudian kutemukan plang bertuliskan
“Astaghfirullah”, lalu “Laa ilaha ilallah” dan banyak lagi kalimat2 zikir
lainnya. TOP..!
Kami lalu melewati plang di
suatu daerah yang menunjukkan arah untuk orang2 non muslim. Oh iya, saya baru
sadar kalau non muslim memang tidak diperbolehkan masuk ke tanah haram.
Jadi disuatu cabang jalan, orang2 non muslim harus belok ke arah dimana mereka
diperbolehkan masuk.
Akhirnya disaat bis telah
hampir sampai di kota Mekkah, mataku pun tak bisa menahan kantuk. Nasi kotak
dan jus mangga yang aku santap di bis tadi juga sukses membuatku semakin
mengantuk. Dan tertidurlah aku selama 15-20 menitan. Nyenyak sekali…damai
sekali…
Tiba di Mekkah (day 2)
Akupun terbangun saat bis
telah tiba di kota Mekkah. Aku langsung membuka buku panduan umrohku dan
membaca Doa Memasuki Kota Mekkah. Saat itu bertepatan dengan azan subuh. Bis
kami masih melaju menuju hotel tempat kami menginap. Hotel itu letaknya sangat
dekat dengan Masjidil Haram. Tiba2 bis berhenti, aku kira kami sudah sampai
tapi ternyata belum. Jalanan juga tak sedang macet dan bukan pula karena lampu
merah. Ada apa gerangan? Ternyata bis berhenti karena jalanan sedang penuh oleh
orang2 yang sedang sholat subuh. Sholat subuh di jalan? Ya.. bukan hanya di
pinggir jalan tapi juga sampai ke tengah jalan..! Subhanallah..!
Cukup lama juga kami berhenti
menunggu bubarnya jamaah sholat subuh di jalanan ini. Setelah mereka bubar, barulah
bis kami bisa bergerak dan tak lama sampailah kami di hotel. Nama hotelnya
adalah Daar Al-Ghufran.
Hotel itu berada diatas
pertokoan. Ada banyak toko berjejer2 dan menjual beragam rupa barang. Aku
sempat mengamati dari dalam bis, tumpukan suvenir, sajadah2, kosmetik,
pakaian2, perhiasan dan parfum di etalase dan keranjang2 toko. Juga orang2 yang
berjalan lalu lalang di depan toko2 itu, kebanyakan berwajah arab dan beberapa
berwajah melayu. Sebagian tampak berpakaian ihram, berjalan berkelompok sambil mengumandangkan
kalimat talbiyah, “Labbaikallahumma labbaik..!”. Aku mengamati satu persatu
wajah2 mereka, terlihat sangat khusyu’ dan ikhlas.
Setelah kunci kamar dibagikan
di atas bis, akupun turun dan langsung masuk menuju lobby hotel yang berada di
atas. Sekilas kulihat menara mesjid tinggi menjulang dari jauh. Itu pasti
Masjidil Haram. Hatiku langsung berdesir.. Subhanallah.. sebentar
lagi..sebentar lagi aku akan masuk kesana..
Aku sekamar dengan 2 orang
jamaah lain yaitu mbak Fitri dan bu Titin. Sementara suamiku sekamar dengan
ayah mertuaku dan mas Haris, sekretaris ayah mertuaku saat masih bertugas dulu.
Aku dan suami memang tak sekamar karena aku tak mau merusak rencana awal suami
dan ayah yang ingin memiliki ‘quality time’ bersama sebagai bapak dan anak.
Karena beliau berdua jarang banget bisa ngumpul akibat kesibukan masing2.
Lagipula rasanya lebih enak kalau aku sekamar dengan sesama wanita karena bisa selalu bersama2 ke mesjid,
saling sharing dan curhat, dan bisa jadi nambah saudara juga karena selama 8 hari sekamar dan kemana2 bersama pastilah akan ada ikatan yang lebih dari
sekedar room mate.
Setelah masuk kamar, kami lalu
beres2 koper sebentar, ke kamar mandi, sholat subuh lalu langsung bersiap2
ngumpul di lobby untuk kemudian bersama2 ke Masjidil Haram dan melaksanakan
ibadah umroh. Setelah semua berkumpul di lobby hotel, pak Ary Ginanjar Agustian
sang founder ESQ lalu memberikan pemaknaan tentang kain ihram. Beliau
memberikan kami pemahaman tentang apa sebenarnya makna dan tujuan dari dipakainya
kain ihram ini. Tentang nilai2 ketaatan, kesederhanaan, keikhlasan dan kesamaan
derajat kita dimata Allah.
Kain ihram yang cuma terdiri dari 2 helai kain
putih tak berjahit, tanpa embel2 tanpa hiasan, berlaku untuk semua jamaah tanpa
kecuali. Presiden dan tukang bubur, memakai pakaian yang sama saat mereka
melakukan ibadah ini. Pak Ary menyampaikan
pemaknaan ini dengan penuh semangat. Kalimat kalimat yang meluncur terdengar
sangat indah, sangat sejuk. Sungguh ini merupakan bekal yang sangat bermanfaat
bagiku sebelum memulai umroh. Pak Ary lalu menutup acara pemaknaan ini dengan
doa yang sangat menggetarkan jiwa. Mataku langsung basah oleh air mata. Aku
terisak kecil, menghayati tiap bait doa yang diuntaikan dengan penuh kepasrahan
dan pengharapan.
Setelah itu kami semua lalu bersalaman dan berpelukan saling meminta maaf, dalam ESQ dikenal dengan istilah "Salam Semut"
Melaksanakan Umroh
Kami lalu bergerak keluar
hotel menuju Masjidil Haram yang letaknya cuma 100 meter dari hotel. Rombongan
kami yang berjumlah 60 orang itu berjalan mantap mengikuti muthawif (tour
leader) sambil melafazkan kalimat talbiyah berulang2.
“Labbaikallahumma labbaik,
labbaika laa syariika laka labbaik, innalhamda wanni’mata laka walmulk laa
syariika lak”.
Mataku kembali basah.
Kunikmati setiap langkahku menuju Masjidil Haram itu dengan khusyu’. Entahlah
perasaan apa ini, yang pasti indah sekali. Aku merasa menjadi sangat dekat
denganNya. Aku merasa sedang diperhatikanNya dengan pandangan penuh sayang.
Masjidil Haram yang makin lama makin dekat itu terasa kabur dimataku karena
airmata. Sesekali kutatap mata suamiku yang berjalan disebelahku, aku ingin
mengatakan padanya betapa aku bahagia luar biasa tapi rasanya tak perlu karena
pasti dia sudah tahu dengan hanya melihat rona wajahku.
Lalu tibalah kami di halaman
Masjidil Haram. Lantainya putih bersih, dan mesjidnya bernuansa abu2 dan krem.
Megah sekali. Pintu utamanya sangat besar dan indah. Kami berhenti sejenak di
dekat pintu utama untuk briefing sebentar.
Lalu muthawif memimpin doa masuk Masjidil Haram. Kemudian setelah melepas alas kaki, masuklah kami ke mesjid terbesar di dunia itu. Begitu masuk mesjid, mataku langsung mencari2 sesuatu, bangunan berbentuk kubus berwarna hitam yang menjadi tujuan utama semua orang yang berada di mesjid ini. Ka’bah..dimanakah kau?
diambil dari page FB ESQ tours and travel |
Lalu muthawif memimpin doa masuk Masjidil Haram. Kemudian setelah melepas alas kaki, masuklah kami ke mesjid terbesar di dunia itu. Begitu masuk mesjid, mataku langsung mencari2 sesuatu, bangunan berbentuk kubus berwarna hitam yang menjadi tujuan utama semua orang yang berada di mesjid ini. Ka’bah..dimanakah kau?
Pandanganku kusapu jauh kedalam, sampai tak terhiraukan
lagi askar2 wanita yang ingin memeriksa tas2 kami. Setelah berjalan beberapa
langkah dari pintu masuk, akhirnya mataku dapat menangkapnya.. karena posisi kami berada agak diatas, aku
baru hanya bisa melihat bagian bawahnya saja karena bagian atasnya tertutup
atap mesjid, lautan orang2 tampak berjalan mengelilinginya. Kami berjalan terus
makin kedalam, dan nampaklah dihadapanku sebuah bangunan agung yang berdiri
kokoh. Bangunan yang selama ini hanya bisa aku saksikan dari layar televisi dan
gambar2. Kiblat umat muslim di seluruh penjuru dunia.
Aku melihat Ka’bah..! Ya, Ka’bah didepan
mataku. Maka nikmat Allah yang mana yang
sanggup aku dustakan? Tak bosan aku memandanginya. Begitu mulia, begitu agung
dan berwibawa. Perasaan haru dan bahagia berganti2 memenuhi dadaku. Tak lama
kamipun memulai thawaf sebagai rukun umroh yang kedua. Hitungan thawaf dimulai
dari sudut Hajar Aswad. Muthawif mengisyaratkan kami untuk melambaikan tangan
dan melayangkan kecupan ke arah Hajar Aswad sambil mengucapkan “Bismillahi
Allahu akbar wa lillaahilhamd”. Thawaf pun dimulai.
Thawaf dilakukan sebanyak 7
kali putaran. Selama thawaf, kita bebas untuk berdoa dan berzikir dengan doa dan
zikir apa saja yang kita pahami. Jadi tidak wajib menghafal atau membaca doa2
panjang yang ada di buku panduan umroh yang dibagikan oleh pihak travel itu
karena memang tidak ada tuntunannya. Silahkan bebas berdoa dan berzikir apa
saja. Penuhi hati dan pikiran kita dengan berdoa dan mengingat Allah, juga
introspeksi diri.
Aku pribadi membaca “Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha
illallahu wallaahu akbar walaa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil
‘azhiim”. Kemudian dalam setiap putaran, diantara rukun Yamani dan hajar Aswad,
Rasul menuntunkan untuk membaca doa “Rabbana atina fid dunya khasanah wa fil
akhirat khasanah wa qina adzabannar”.
Sambil berjalan pelan
mengelilingi Ka’bah, aku berdoa untuk orangtuaku, adikku, saudara2 dan
teman2ku. Semoga mereka semua juga diberikan kesempatan untuk menjadi tamu
Allah dan merasakan semua hal indah yang aku rasakan saat itu. Bayangan wajah2
kedua orangtua, adik dan anak2ku datang silih berganti. Kupinta ampunan dosa,
kesehatan dan keberkahan untuk mereka, orang2 yang paling aku sayangi.
Aku menghayati setiap
langkahku mengelilingi Ka’bah pagi itu. walau udara panas menyengat dan harus
berjubelan dengan jamaah lain, tapi alhamdulillah aku sama sekali tak merasa
berat. Di salah satu sisi Ka’bah di tiap putaran, aku merasakan semilir angin
yang sejuuuuk sekali menerpa wajah dan tubuhku. Entah angin darimana, tapi
angin itu mampu menjadi penawar rasa panas walau cuma datang sebentar.
Aku
berjalan sambil menggenggam erat kain ihram suamiku, takut terpisah dari rombongan.
Suamiku berada di sampingku, kadang2
berada di belakangku sambil melindungiku dari desakan dan himpitan jamaah lain.
Kami berjalan pelan mengikuti muthawif di depan yang membacakan doa2 panjang.
Sesekali aku mengikuti bacaan2 sang muthawif, tapi lebih banyak aku berdoa dan
berzikir sendiri dalam hati. Doa dan zikir yang aku mengerti pastilah lebih
mudah bagiku untuk meresapinya.
Kami terus berkeliling di
bawah terpaan panas matahari yang diperkirakan mencapai 45’c pagi itu.
terkadang aku harus terdorong kedepan, atau terkena sikutan jemaah lain, atau
terinjak kakinya. Disinilah diuji juga kesabaran dan keikhlasan kita. Orang2
arab dan timur tengah lain yang berpostur tinggi besar dan suka tergesa2 itu
terkadang dengan tak sengaja suka mendorong, menyikut dan menyerobot. Kalau
sudah begitu, ingin rasanya marah menegur atau sekedar sebal dan menggerutu
dalam hati. Namun kita dihimbau untuk sabar dan mengikhlaskan. Anggap itu salah
satu ujian dari Allah. Perbanyak istighfar saja. Insya Allah semua akan terasa
ringan..
Tak terasa, muthawif sudah
memberi isyarat kalau kita telah selesai thawaf 7 putaran. Alhamdulillah,
thawafnya lancar. Kita lalu menuju ke suatu tempat di belakang Maqam Ibrahim
untuk sholat sunnah 2 rakaat. Ini adalah sholat pertamaku di Masjidil Haram dan
pertama kali dalam hidupku aku sholat dengan Ka’bah langsung ada di depan mata.
Rasanya sangat dekattt sekali denganmu yaa Rabb.. Airmata lagi2 tak dapat
dibendung, berlinang2 tak bisa kukendalikan. Aku mengadu dan mengeluarkan semua
isi hatiku, berdoa penuh harap, meminta ampunan dosa dosa yang luar biasa
banyak itu.. Terimalah taubat hambaMU ini ya Allah…
sholat di belakang Maqom Ibrahim ( photo from Fb ESQ) |
Rukun selanjutnya adalah Sa’i,
yaitu berjalan atau berlari2 kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak 7
kali bolak balik. Dari Shafa ke Marwah dihitung 1 kali begitu juga dari Marwah
ke Shafa. Jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 400 meter. Lokasi sa’i ini
ternyata tidak jauh dari Ka’bah, juga berada dalam area Masjidil Haram.
Sebelumnya aku membayangkan sebuah tempat yang tandus gersang, persis seperti
gambaran saat Siti Hajar berlari2 mencari air untuk Ismail yang menangis
kehausan. Tapi ternyata tempat itu sudah dibuat sedemikian rupa sehingga sangat
jauh dari bayanganku. Jalur tempat kita berjalan dari Shafa ke Marwah dan
sebaliknya sudah seperti 1 ruangan panjang jadi kita tidak akan terkena panas matahari.
Bukit Shafa dan bukit Marwah juga sudah dipagari dan dikelilingi pembatas
transparan. Ruangan itu juga berpendingin sehingga sejuk sekali, kontras dengan
udara diluar yang sedang garang2nya. Lantainya juga dingin sekali. Di sepanjang
jalan terdapat beberapa spot keran air zamzam yang sejuk dan segar.
Alhamdulillah atas kemudahan
ini. Kita tidak harus menempuh segala kesusahan dan keletihan yang dialami oleh
Siti Hajar. Betapa nyamannya fasilitas zaman kini sehingga tidak usah berpanas2
lagi ketika melakukan sa’i. Kalau haus
tinggal minum, kalau capek bisa istirahat sebentar selonjor dilantai marmer
yang bersih dan sejuk. Tapi bukan berarti kita tak bisa mengambil makna dari
ibadah sa’i ini hanya karena kondisi lokasi yang sudah sangat berbeda dari
aslinya.
Sepanjang perjalanan antara
Shafa dan Marwah itulah aku mencoba membayangkan menjadi seorang Siti Hajar dan
kembali pada zaman itu. Zaman dimana wanita tegar itu ditinggalkan berdua
dengan bayinya di gurun yang tandus tanpa perbekalan yang memadai. Aku bisa
merasakan bagaimana cemasnya, kekhawatiran seorang ibu terhadap keselamatan
anak dan dirinya. Namun karena keikhlasan hati menerima ujian dan menjalankan
perintah Allah, semuanya rela ia lakukan. Dan tibalah saat dimana air susunya
sudah habis sementara bayi Ismail menangis kelaparan dan kehausan. Ia lalu
berusaha mencari2 air, berlari diantara bukit Shafa dan Marwah. Tak berputus
asa ia terus mencari sampai tibalah pertolongan Allah yang memunculkan mata air
dari hentakan kaki Ismail yang sedang menangis keras.
Subhanallah, sungguh
pengorbanan yang sangat besar. Sungguh dedikasi yang sangat tinggi yang telah
ia berikan kepada Tuhannya. Dan semangat tak pantang menyerah itu, yang harus
ditiru oleh para muslimah zaman sekarang. Apa yang membuat Siti Hajar sekuat
itu? Keikhlasan. Dan apa yang membuat ia tak henti terus berusaha mendapatkan
air di tengah gurun tandus yang kalau dipikir pakai akal mustahil akan ada air?
Pastilah karena keyakinannya yang kuat akan Tuhannya Sang Maha Penolong dari
segala kesusahan.
Aku juga belajar tentang
tanggung jawab dan refleksi kasih sayang seorang ibu untuk anaknya dari kisah
Siti Hajar ini. Demi kelangsungan hidup anaknya, ia harus berjuang begitu
kerasnya, begitu sabarnya. Sampai malu sendiri kalau harus membandingkan dengan
apa yang telah aku perjuangkan untuk anak2ku..level sabarku yang masih sangat
rendah. Astaghfirullahaladziim.
Dari sini aku jadi bisa banyak bersyukur, karena
perjuanganku menjadi istri dan ibu tidak harus seberat Siti Hajar. Bersyukur
aku diberi banyak kemudahan dalam menjalankan peranku sebagai istri dan ibu.
Dan aku juga banyak mengambil hikmah dari pengorbanan, dedikasi, kesabaran, dan
perjuangan tak kenal putus asa yang telah dicontohkan oleh Siti Hajar, sang
istri Nabi Ibrahim yang tegar dan tabah.
Ibadah sa’i ini juga dipimpin
oleh muthawif yang berjalan didepan sambil membacakan doa2 dengan suara lantang
agar dapat didengar dan diikuti oleh jamaah dibelakangnya. Kita boleh mengikuti
doa2 yang dibacakan muthawif, juga boleh berdoa sendiri.
Setelah kelar melakukan sa’i
dan berdoa, kita lalu melaksanakan rukun yang keempat yaitu tahalul. Tahalul
dilakukan dengan menggunting rambut sekurang2nya 3 helai pertanda selesailah
sudah rangkaian ibadah umroh kita. Apa2 yang dilarang selama berihram, sekarang
telah diperbolehkan kembali. Sudah boleh memakai pakaian berjahit, memakai
wangi2an, dll. Satu persatu jamaah laki2 digunting sedikit rambutnya oleh
muthawif. Jamaah perempuan diguntingkan oleh mahramnya.
Maka selesai sudah
pelaksanaan ibadah umroh kami. Alhamdulillahirabbil’alamiin.. Duhai Allah,
terimalah ibadah kami ini. Tambahkanlah iman dan keyakinan kami, ampuni dosa2
kami, kedua orangtua kami dan seluruh muslimin dan muslimat. Aamiin ya rabbal
‘alamiin..
Setelah itu kami langsung
balik ke hotel untuk beristirahat. Di perjalanan pulang dari mesjid menuju ke
hotel, barulah aku bisa mengamati dengan lebih jelas kondisi dan keadaan di
mesjid. Karena di awal tadi aku kurang memperhatikan karena pikiranku cuma
terpusat pada Ka’bah dan prosesi umroh. Kondisi mesjid pada saat itu sedang
kurang teratur karena sedang ada renovasi besar2an. Di sekeliling Ka’bah sedang
dibangun upper deck untuk tempat thawaf tambahan.
Di beberapa sisi mesjid juga terlihat sedang direnovasi. Tapi itu semua tak mengurangi keindahan dan keagungan mesjid ini. Interiornya indah sekali. Tiang2 putih tulang yang indah dan kokoh menyangga atap mesjid. Langit2 mesjidnya juga cantik sekali, dengan lekuk liku yang menawan dan lampu2 gantung keemasan yang menambah keanggunan.
pembangunan upper deck untuk thawaf |
in a huge renovation |
Di beberapa sisi mesjid juga terlihat sedang direnovasi. Tapi itu semua tak mengurangi keindahan dan keagungan mesjid ini. Interiornya indah sekali. Tiang2 putih tulang yang indah dan kokoh menyangga atap mesjid. Langit2 mesjidnya juga cantik sekali, dengan lekuk liku yang menawan dan lampu2 gantung keemasan yang menambah keanggunan.
photo from google image (olivejourney.blogspot.com) |
Di banyak titik di Masjidil
Haram terdapat dispenser air zamzam yang dapat digunakan oleh jamaah untuk
minum atau mengisi botol minum untuk bekal. Air zamzamnya ada yang biasa dan
ada yang dingin. Saat meminumnya, subhanallah terasa segar sekali. Apalagi cuaca
diluar sangat panas, seperti menemukan surga dunia setelah bertarung dengan panasnya matahari.
dispenser air zamzam (photo from jurnalhaji.com) |
Selesai tahalul, kami langsung
kembali ke hotel. Saat itu sekitar jam 9 pagi. Kami langsung sarapan di
restoran hotel. Restoran itu menyediakan buffet dengan menu ala timur tengah. Makanan
terdiri dari beberapa macam : nasi, chicken, beef, mutton, fish, sayuran,
roti2an, salad bar, egg station, soup station, dll semua khas masakan Timur
Tengah.
Aku yang memang senang mencoba2 masakan baru langsung mencicipi
beberapa makanan yang terlihat menarik. Semua enak menurutku, tapi teman2
sekamar dan suamiku tidak terlalu cocok dengan rasanya. Hihihi, beruntunglah
aku sang pemakan segala, bisa happy dan puas dengan makanan yang berbeda dari
makanan di negeri sendiri.
Selesai makan, kami menuju
kamar untuk istirahat. Ah, alhamdulillah semua dimudahkan. Saat lapar, ada
makanan. Saat letih, ada tempat yang nyaman untuk istirahat. Kamipun
beristirahat sejenak karena nanti akan ke mesjid lagi untuk sholat zuhur.
Ya, walaupun masih terasa capek
dan mengantuk, tapi kami usahakan untuk sholat fardhu di mesjid. Sayang sekali rasanya
kalau cuma sholat dikamar, mengingat pahala sholat di Masjidil Haram ini
100.000 kali lipat dibandingkan dengan sholat di mesjid lain. Selain sholat,
banyak sekali kegiatan ibadah yang bisa kita lakukan di Masjidil Haram. Kita
bisa melakukan thawaf sunnah, I’tikaf, berdoa di Multazam, menyentuh dan
mencium Hajar Aswad, sholat di Hijr Ismail, bahkan memandangi Ka’bah saja
sudah merupakan ibadah karena Allah akan
menurunkan rahmatNYA bagi orang2 yang memandangi Ka’bah.
Nabi SAW bersabda: “Setiap
hari ada 120 rahmat turun ke Baitullah, 60 diantaranya turun untuk orang2 yang
sedang thawaf mengitari Ka’bah,dan 40 rahmat turun untuk orang2 yang sedang
I’tikaf di sekitar Ka’bah, sedangkan 20 rahmat turun untuk orang2 yang
memandang Ka’bah” (HR. Abu DZar dan Al-arzaqi).
Waah, subhanallah..cuma duduk
diem mandangin Ka’bah aja dapet rahmat loh..
Selama berada dalam masjidil
haram ini, ada banyak sekali hal2 baru dan menarik. Salah satunya adalah
keberadaan para Askar Wanita. Askar2 wanita ini bertubuh besar, berpakaian
serba hitam dan bercadar hingga hanya tampak matanya saja. Suaranya juga
lantang dan tegas. Ya, para askar memang bertugas sebagai pengatur ketertiban
di mesjid. Ada askar wanita dan ada juga askar pria. Namun yang paling menarik
perhatianku adalah para askar wanita karena mereka terlihat lebih ‘galak’ dan
‘berani’.
Di pintu masuk, jamaah wanita secara random
akan dicegat oleh salah satu dari mereka untuk diperiksa tasnya. Jika kedapatan
membawa barang2 yang dilarang, maka mereka tak segan2 untuk tak mengizinkan
kita masuk atau menahan barang yang dilarang tersebut. Salah satu benda yang
tak diperbolehkan masuk adalah kamera.
Aku pribadi membawa kamera kecil di tasku,
tapi alhamdulillah tidak pernah ketahuan karena askar yang memeriksaku cuma
mengaduk2 sebentar isi tasku lalu langsung menyuruhku masuk. Kamera memang
sengaja aku selipkan di antara lipatan mukena. Pemeriksaan tas itu jadi seperti
formalitas saja tapi terkadang ada juga askar yang detail memeriksa isi tas
sampai membuka2 semua ruang di dalam tas.
Selain memeriksa tas2 jamaah,
askar juga bertugas mengatur jamaah didalam mesjid. Terkadang ada jamaah yang
duduk2 atau sholat di tempat yang tidak semestinya seperti lokasi tempat orang
lalu lalang, atau tangga2 sehingga membuat jamaah lain terganggu karena tidak
bisa lewat. Askar2 itu tak segan2 menegur kita dan menyuruh kita segera
beranjak dan mencari tempat yang sudah disediakan untuk sholat. Di waktu2
sholat fardhu kadang sangat susah mendapatkan shaf untuk sholat sehingga
beberapa jamaah ada yang memilih untuk sholat nyerempet2 di lokasi yang
dilarang.
Nah disinilah suasana kadang terasa agak tegang karena lantangnya
suara askar yang menegur beberapa jamaah yang juga kadang memang bandel. Jamaah2
dari timur tengah memang terkenal agak ‘ngeyel’ jika dibandingkan dengan jamaah2
dari asia tenggara. Tak jarang mereka terlihat terlibat adu mulut sebentar
namun selalu diakhiri dengan kemenangan sang askar.
Tak terbayangkan bagaimana
situasi Masjidil haram tanpa adanya Askar2 itu. Jemaah yang datang dari
berbagai negara dan berbagai budaya, dengan bermacam sifat dan tingkah
polahnya. Memang sosok tegas dan berani seperti itulah yang dibutuhkan. Demi
ketertiban dan kenyamanan bersama. Namun dibalik sifat tegas dan galak itu,
sebenarnya askar2 itu sangat lembut dan baik hatinya. Terbukti suatu hari saat
aku hendak masuk ke mesjid, aku langsung menuju ke salah satu dari mereka
sambil tersenyum dan menyerahkan tasku untuk diperiksa. Dia lalu mengucapkan
salam dan memeriksa tasku. Setelah selesai, dia langsung mengelus pundakku
sambil berkata “Ahlan wa sahlan ya ukhti”.
Jadi kita memang tak perlu
takut atau sebal terhadap mereka. Bersikap tegas memang tugas mereka. Dan
mereka akan berubah galak jika kita tak mengindahkan aturan2 mesjid. Namun jika
kita kooperatif dan memudahkan pekerjaan mereka, insya Allah mereka tidak akan
galak. Dan jamaah2 Melayu memang terkenal patuh2. Jadi biasanya hampir tidak ada
insiden antara askar dengan jamaah2 melayu.
Selain para Askar Wanita,
perhatianku juga tertuju pada para cleaning service yang bertugas membersihkan
semua area Masjidil Haram. Para cleaning service itu mayoritas lelaki, yang
wanita sepertinya hanya bertugas di area tempat wudhu’ wanita. Mereka dengan
tekun membersihkan mesjid, mengepel air yang berceceran di sekitar dispenser
air zamzam, memunguti sampah, membersihkan karpet2 dengan vacum cleaner, dll.
Bayangkan begitu banyaknya orang yang datang ke mesjid itu tapi tak pernah
sejenakpun mesjid itu terlihat kotor, becek dan bau. Semua karena kerja keras
mereka. Mereka tampak tersebar di seluruh penjuru mesjid. Dan kalau dilihat
dari wajahnya, mereka juga sepertinya datang dari macam2 negara. Ada wajah2
Melayu, India dan juga wajah2 Arab. Banyak sekali yang dari Indonesia. Kami
sempat ngobrol2 dengan salah satu cleaning service asal Banten.
Hal lain yang mencuri
perhatianku sebagai seorang ibu, disana orang2 Arab dan jamaah Timur Tengah
lainnya banyak terlihat pergi ke mesjid bersama anak2 mereka. Bahkan ada yang membawa bayi yang masih kecil
sekali. Anak2 itu terkadang menangis keras saat ibunya sholat, ada juga yang
anteng saja, juga ada yang sibuk berkeliling2. Namun jamaah yang berada
disekitarnya tampak merasa tak teganggu, fine2 saja mereka melihat anak2 dengan
tingkah polahnya itu.
Wah, kalau di Indonesia sih pasti si ibu sudah digalakin
deh.. Salut sekali dengan kebiasaan seperti ini. Anak2 sudah diperkenalkan
dengan mesjid sedini mungkin. Anak2 sudah familiar dengan mesjid. Sehingga saat
besar nanti, mereka sudah terbiasa dan tidak merasa berat untuk pergi ke
mesjid. Ini yang harus kita contoh.. jangan malah melarang anak masuk mesjid
karena takut mengganggu.. Justru anak2 ini harus akrab dan nyaman dengan
mesjid.. Dalam hati aku berjanji setelah pulang nanti akan sering2 membawa anak2ku ke mesjid..
Pemandangan di sepanjang jalan
dari dan menuju mesjid juga seru sekali. Tampak toko2 berjejeran, beraneka
warna barang dagangannya. Gedung2 tinggi menjulang diatas bukit2 batu. Burung2
merpati yang bebas berterbangan dan seliweran dijalan.
Para jemaah dari berbagai
bangsa tampak berjalan tergesa, ada juga yang berjalan perlahan. Sebagian
memakai pakaian ihram, sebagian lagi pakaian biasa. Tak satupun muslimah yang
membuka auratnya. Harum wewangian khas arab terasa menyeruak hidung saat aku
melewati sebuah toko minyak wangi. Tak pernah terdengar suara musik dari dalam
toko2 itu, yang terdengar hanyalah lantunan ayat2 Al Qur’an. So cool..
Oh ya, ada satu bangunan yang
juga menjadi perhatian orang2 yang datang ke masjidil Haram. Bangunan itu adalah
menara tinggi dengan jam raksasa yang sangat indah. Mirip seperti BigBen, namun
jam raksasa satu ini bertuliskan nama Allah dan berhiaskan bulan sabit di
puncaknya. Bagus sekali,apalagi jika dilihat dimalam hari. Spektakuler..dengan
cahaya hijau berpendar cantik.
Konon katanya, setiap datang waktu sholat, 21 ribu lampu hijau dan
putih akan bersinar menandakan waktunya kaum muslimin untuk sholat. Lampu
tersebut bisa dilihat dari jarak 18 mil atau 28,8 km. Keren ya..
Subhanallah..Ya Allah berilah aku kesempatan datang ke rumah-MU
ReplyDeleteSubhanallah..Ya Allah berilah aku kesempatan datang ke rumah-MU
ReplyDeleteAamiin yaa Allah..
ReplyDeleteSemoga ibadah umrohnya mabrur. Mabruk ilaikum.
ReplyDeleteItu umrohnya bersama Pak Ary Ginanjar Agustian yah?
Infonya sangat bermanfaat. Terima kasih.
Salam
http://www.paketumrohdena.com
http://denapaketumroh.com/